Mengenalkan AI, Era Baru Digital Marketing

Mengenalkan AI, Era Baru Digital Marketing. Siapa yang tak mengenal Google? Mesin pencari yang kini berkembang menjadi ekosistem digital dengan berbagai platform terintegrasi yang digunakan banyak orang.

Selain membuat beragam platform digital, sistem operasi smartphone yang digunakan miliaran pengguna aktif di seluruh dunia, yaitu Android adalah buatan raksasa teknologi tersebut. Perjalanan panjang Google sampai hari ini tak bisa lepas dari bisnis utamanya, yakni periklanan daring.

Produk periklanan yang menjadi sumber pemasukan utama Google hingga sekarang adalah Google Adwords. Ini merupakan produk periklanan yang menggunakan mesin pencarian Google sebagai sarana beriklan atau bisa disebut juga sebagai Search Engine Marketing.

Sejak tahun 2018, produk tersebut berganti nama menjadi Google Ads demi menggambarkan tipe kampanye komplit yang tersedia saat ini, termasuk Search, Display dan Video. Dengan perubahan gaya hidup dan perkembangan teknologi yang begitu cepat, pemanfaatan ekosistem digital bukan lagi sekadar komplementer, tapi bahkan menjadi kebutuhan wajib untuk digunakan.

Untuk komunikasi, pekerjaan, bisnis hingga pendidikan sekalipun, Google menyediakannya secara terintegrasi. Dengan ekosistemnya, Google turut membantu industri untuk memaksimalkan kampanye pemasaran yang efektif dan berdampak.

Google membuka kantor di Indonesia pada tahun 2012 dan mengembangkan berbagai produk digitalnya dengan menyesuaikan karakter masyarakat Indonesia. Perusahaan yang menginduk ke Alphabet Inc. itu juga melakukan edukasi ke sektor industri hingga pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam memanfaatkan ekosistem Google untuk pemasaran.

Elvira Jakub, Head of Industry Google Indonesia yang bergabung ke perusahaan sejak 2019 terus mengawal peran itu untuk membantu industri dalam negeri memaksimalkan pemasaran lewat platform digital. Dia juga ditugaskan mengenalkan produk periklanan berbasis artificial intelligence (AI) demi memudahkan industri melakukan kampanye pemasaran.

Bagaimana sepak terjang Elvira menjalankan perannya? Seperti apa gaya kepemimpinan Elvira di divisinya? Ranto Rajagukguk, Jurnalis Marketeers melakukan wawancara khusus untuk mengupasnya lebih dalam. Berikut petikannya:

Bagaimana Anda melihat perkembangan sektor industri di Indonesia dalam memanfaatkan platform digital untuk pemasaran?

Setelah 2019, digital menjadi hygiene buat banyak bisnis. Tadinya mungkin industri memanfaatkan platform digital cuma coba-coba saja. Sekarang kalau mereka berbicara marketing yang pertama mulai dibahas digital dulu. Selama Pandemi COVID-19 juga kita semua banyak belajar, karena pindah ke online, bagaimana kita bisa memaksimalkan digital untuk bisa thriving, bisa survive. Kalau dulu untuk survive selama pandemi, sekarang kita sudah melihatnya bagaimana digital bisa dipakai untuk benar-benar grow the business sehingga scale up lagi bisnisnya.

Adakah sektor industri yang mulai mengalihkan secara penuh penggunaan digital untuk pemasaran?

Industri yang agak tradisional, seperti otomotif, sudah memikirkan bagaimana memaksimalkan digital secara penuh untuk pemasaran. Dahulu kami melihatnya industri otomotif sangat tradisional, tapi dalam tiga tahun terakhir, mereka yang paling banyak melakukan transformasi ke digital sehingga sangat terasa sekali perubahannya. Saat beralih ke digital, industri otomotif bukan fokus untuk memperoleh data digital metrics, tapi benar-benar mendorong transformasi itu bisa berkontribusi terhadap bisnis. Jadi tidak cuma mengejar views, likes, tapi bagaimana menaruh pemasaran digital di dalam journey-nya konsumen.

Bagaimana Anda melihat sektor industri yang sangat segmented sehingga terlihat ragu-ragu memanfaatkan platform digital untuk pemasaran?

Sebenarnya semua industri sudah aware sama the importance of digital. Aware-nya sudah, tapi masih banyak mitos tentang digital, mungkin karena sebagian sudah memulai lebih dulu, atau ada yang belakangan. Di sisi lain, konsumen makin kompleks, dan digital marketing-nya sendiri, seperti produk Google saja itu berkembang sangat cepat. Jadi antara perkembangan di digital products untuk marketing versus konsumen yang makin kompleks. Mereka terpapar dari berbagai informasi sehingga untuk membeli satu produk saja, itu mengambil banyak waktu. Oleh karena itu, marketer-nya harus keep up dan saya selalu suggest untuk punya some amount yang dialokasikan untuk eksperimen. Marketer sekarang ditantangya itu lebih bagaimana bisa keep up, mengerti insight yang terbaru, tidak cuma agile, tetapi make sure yang mereka lakukan masih relevan.

Dapat disimpulkan, Anda menilai kesadaran industri dalam memanfaatkan platform digital sudah tinggi?

Kalau dulu mungkin hanya beberapa pemain, digital native sebelum Pandemi COVID-19, especially yang dianggap canggih untuk melakukan digital marketing. Kalau sekarang sepertinya sudah semuanya, even UMKM yang mana mereka sudah put digital as something yang hygine. Menurut saya, kita sudah ada di the next era. Baru-baru ini Google Indonesia membuat kompetisi yang namanya YouTube Works, dan ini sudah masuk tahun ketiga. Saya menyaksikan sendiri dari tiga tahun terakhir bagaimana pemasar di Indonesia betul-betul grow sekali when it comes to digital. Mereka memakai YouTube sudah bukan perpanjangan dari video yang mereka buat di televisi. Jadi, yang mereka buat itu betul-betul YouTube first. Mereka sudah thinking digital first in mind. So, i think it’s quite amazing.

Bisa dijelaskan lebih lanjut tentang program YouTube Works yang dijalankan Google Indonesia?

YouTube Works Awards adalah ajang penghargaan yang bekerja sama dengan Kantar dan Persatuan Periklanan Indonesia (P3I) untuk mencari kampanye paling inovatif. Di YouTube Works kami melihat bagaimana marketers yang putting their best practice saat mereka memakai data consumer insights, dan put creativity yang unik dan juga measure. Jadi yang marketers kadang sering melupakan, sudah menjalankan kampanye dan bagus, tapi tidak di-measure. Di YouTube Works, kami appreciate dan celebrate mereka yang memang best practice di industri dalam menggunakan data di digital dan memproduksi kampanye kreatif yang unik, berkolaborasi dengan creators. Kalau dulu, syuting iklan, selesai. Sekarang banyak creators, dan mereka put those creators to involve creators di kampanye iklan mereka. Terakhir, how they measure, tidak asal viral saja, tapi ada ke dampak bisnisnya.

Apa saja platform di ekosistem Google yang bisa dimanfaatkan perusahaan untuk melakukan pemasaran?

Berbicara Google, tentunya sangat banyak sekali dengan ekosistemnya, mulai dari YouTube sudah pasti, yang basic-nya Google Search. Kalau cari apa-apa pasti menggunakan Google Search. The second largest search engine sekarang YouTube. Jadi habis mencari di Google Search, kalau misalnya butuh tahu lebih banyak, search-nya di YouTube. So, itu dua yang paling utama untuk marketer. Akan tetapi, sekarang ada yang growing, yaitu aplikasi karena mobile phone sudah di tangan setiap orang, terus ekosistem aplikasi juga makin mature di Indonesia. Jadi kampanye aplikasi itu salah satu yang memang signifikan dengan melihat amongst our players yang pakai aplikasi tersebut. 

Kami juga bekerja sama dengan publishers, seperti kompas.com, detik.com dan lainnya untuk mempermudah marketer unified semuanya di dalam satu platform. Di Google ada yang namanya Display & Video (DV) 360 dan marketer bisa pakai serta combine all inventory yang ada sehingga mempermudah mereka. Kalau dulu menghitung, memasukkan publisher, seperti kompas.comdetik.com sebagai reach-nya terpisah-pisah, sekarang bisa unified. Jadi melihat audiens itu menjadi satu. Tahun ini, Google banyak launch new product, yang salah satunya kami menyebutnya AI-powered.

Sejauh mana penggunaan AI dalam produk Google, khususnya untuk kampanye pemasaran?

AI bukan sesuatu yang baru untuk Google. Jadi kalau misalnya search di Google, apa yang di-surface dari tahun ke tahun makin relevan. Google Search hingga YouTube sekarang di-embed sama AI sehingga mempermudah marketer. Saat mereka ingin melakukan kampanye iklan bisa meng-collect leads, atau mau menumbuhkan pendapatannya itu bisa menggunakan AI-powered. Karena, lagi-lagi konsumen makin kompleks, platform digital makin banyak. Nah, kami put AI untuk membantu para marketer, mereka bisa less complex, fokus dengan tujuannya yang utama. 

Dulu pemasar itu harus menjalankan digital marketing membeli by a matrix yang namanya impresi. Setelahnya dihitung kembali dari impresi ini mencapai ke certain conversion atau click. Nanti ada conversion lain yang sampai purchase. Dengan AI, semua proses yang dulunya manual itu bisa di-automate sehingga marketer-nya tinggal fokus mau dapat revenue berapa, let the machine run.

Sebelum berlabuh ke Google, Anda cukup lama bekerja di Samsung Electronics. Apa yang membedakan dan tantangannya?

Saya bergabung di Google pada akhir 2019, tepat sebelum pandemi. Tanggung jawab saya itu di areanya Google Ads karena memang Google salah satu bisnis terbesarnya ada di ads. Saya membantu para marketer dan in charge untuk beberapa industri, seperti otomotif, teknologi, telekomunikasi dan yang paling baru ini sebenarnya media dan entertainment. Jadi membantu local over the top (OTT) bagaimana bisa tumbuh dan mengembangkan bisnisnya mereka. 

Perbedaan saat di Samsung banyak membahas tentang teknologi terbaru dan fokusnya bagaimana teknologi perusahaan bisa membantu penggunanya untuk making progress. Jadi fokusnya memang lebih banyak ke end user. Di Google saya membantu bisnis dan masih sama di area marketing. Beda dengan yang dulu fokus ke satu merek, sekarang lebih seru karena banyak industri, pemainnya juga lebih banyak. Saya juga banyak belajar tentang banyak industri.

Nilai-nilai apa yang dibawa selama memimpin divisi Anda?

Selama bekerja, saya suka sesuatu yang transformational. Jadi saat ada masalah, saya berpikir pasti ada solusinya. So, i’m actually enjoying creating things yang tadinya mungkin tidak terpikirkan, namun karena duduk, kolaborasi dan berbagi ide bersama sehingga muncul solusi. Saya senang menyelesaikan masalah, dan di balik itu saya memang suka mengulik data. Di Google lebih banyak kolaborasi sehingga lebih bisa ketemu banyak ide.

Menurut Anda, apa yang menjadi indikator penting untuk memimpin sebuah divisi atau organisasi?

Saya berpikir sebagai leader di era yang penuh ketidakpastian, banyak kompleksitas, tipsnya, yaitu encourage your team untuk lakukan lebih banyak eksperimen. Karena kita tidak akan tahu apakah strategi atau approach yang sekarang itu benar atau tidak. Jika tim memiliki experimental mindset hal-hal seperti itu bisa selalu dicek atau dievaluasi. Jangan terpaku sama satu hal saja. Sejak zaman dulu, saya selalu punya yang namanya 70-20-10. 70%, make sure that you’re doing the basic right. 20%, mungkin ada sesuatu yang baru, but then, you want to try and check whether this is going to be the next big thing. Nah, yang 10%-nya sediakan waktu untuk bujet atau apa pun itu untuk sesuatu yang sangat eksperimental, sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. 

Kalau sudah punya ini, harapannya tim menjadi lebih excited untuk berinovasi dan tidak stres. Karena kalau 10% ini gagal, leader-nya bilang enggak apa-apa gagal, setidaknya kita sudah mencoba. Hal lainnya harus seimbang antara hasil sama people. Kadang-kadang menyeimbangkan keduanya tidak  gampang, tapi sangat penting. Happy people will deliver happy result.

Apa target pekerjaan Anda, khususnya dalam divisi Anda dalam setahun ke terakhir?

Tahun ini pastinya fokus untuk mengenalkan AI. Kemudian banyak mengenalkan tentang pentingnya privasi di digital sama advanced measurement. Karena sekarang measurement itu sudah tidak kayak zaman dulu lagi. Sekarang measurement itu sudah lebih canggih, jadi bisa melihat even sebelum klik search. Kami lagi banyak edukasi juga tentang media unification karena makin banyak, makin kompleks di digital sehingga kenapa enggak di-unified semuanya? So, then it makes it easier for marketers untuk run a campaign. Kami lagi banyak juga mengenalkan YouTube creators sama merek karena mereka tahunya cuma yang top brands saja.

Terakhir, apa yang perlu diperhatikan perusahaan agar kampanye pemasaran bisa efektif dan berdampak?

Marketing yang customer first adalah the best marketing concept apapun salurannya yang kini sudah digital atau dulu non-digital. Bedanya, konsumennya. Konsumennya sudah berubah karena sekarang lebih mobile. Jadi, kalau balik lagi ke customer first, make sure that marketing-nya itu fits in to those mobil audience. Terus berbicara agility, i think agility it’s a good thing. Akan tetapi, make sure agility-nya di-backup sama data atau insights. Sekarang data sama insights itu sudah available di mana-mana, even mau cari search trend, apa yang lagi orang cari, it’s actually available. Sekarang konsumennya sudah very demanding sehingga saat misalnya seseorang cari sepatu, penginnya merek sudah tahu apa yang diinginkan konsumen. Nah itu pakai a lot of signalsSo, personalization, a lot of signals itu akan membantu untuk membuat ide marketing atau kampanyenya mereka lebih relevan.

Saya berpikir sebagai leader di era yang penuh ketidakpastian, banyak kompleksitas, tipsnya, yaitu encourage your team untuk lakukan lebih banyak eksperimen.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top