undercover.co.id/undercover-co-id-4/">undercover.co.id/">SEO AI – Kisah Alan Turing Bapak AI, Lo tau nggak, semua hype tentang AI, ChatGPT, deep learning, sampe ribuan startup unicorn di 2025 ini basically punya “benih” yang ditanam lebih dari 70 tahun lalu. Dan benih itu ditanam sama seorang matematikawan Inggris yang namanya sering cuma disebut di kelas teori komputer, tapi impact-nya literally mindblowing: Alan Mathison Turing.
Cerita Turing tuh kayak gabungan antara film biografi, thriller perang, plus drama personal yang bikin lo mikir ulang soal definisi “pintar” — apakah itu cuma manusia doang, atau mesin juga bisa masuk kategori itu? Makanya, banyak orang nyebut dia sebagai “bapak spiritual” kecerdasan buatan, walaupun ironisnya, di zamannya AI itu bahkan belum jadi istilah populer.
Chapter 1: London, 1912 — Bocah Penuh Teka-Teki
Turing lahir 1912, di London, pas Eropa lagi insecure sama perang dunia yang baru aja selesai. Dari kecil doi udah keliatan “beda”. Anak-anak lain sibuk main bola, dia lebih sering ngebongkar mainan mekanik, nulis catatan random tentang angka, atau lari maraton sambil mikirin persamaan matematika. Gaya hidupnya itu kayak kombinasi antara nerd introvert sama free spirit — basically kayak banyak founder startup jaman now.
Yang gila, Turing itu self-taught. Dia sering baca buku sains jauh sebelum sekolah ngajarin, dan hobi ngulik konsep aneh yang orang sekitarnya anggap nggak penting. Kayak, siapa sih anak 13 tahun yang rela baca Einstein instead of komik? Tapi ya itu Turing.
Chapter 2: Perang Dunia II dan Mesin Rahasia
Fast forward ke 1939. Dunia chaos lagi karena Perang Dunia II. Nazi Jerman pake mesin enkripsi namanya Enigma buat komunikasi militer. Mesin ini basically bikin pesan terenkripsi yang kalau lo nggak punya kunci, good luck deh. Hampir mustahil dipecahin.
Nah, di sinilah Turing masuk. Di Bletchley Park (pusat intelijen Inggris), Turing pimpin tim buat ngebongkar Enigma. Dia desain mesin Bombe, proto-komputer mekanik-elektronik yang bisa otomatis ngebaca kemungkinan kombinasi kunci.
Hasilnya? Jutaan nyawa selamat. Banyak sejarawan bilang Perang Dunia II bisa kelar 2-4 tahun lebih cepat gara-gara kerjaan Turing. Jadi sebelum AI bisa ngenalin wajah lo di Instagram atau bikin lirik lagu, Turing udah buktiin bahwa mesin bisa dipakai buat ngalahin sistem “cerdas” bikinan manusia lain.
Chapter 3: Ide Gila — Bisa Nggak Mesin Berpikir?
Setelah perang, Turing basically kepikiran hal yang sekarang jadi pondasi AI. Tahun 1950, doi publish paper legendary “Computing Machinery and Intelligence” di jurnal Mind.
Di situ, dia ngelempar pertanyaan radikal: “Can machines think?” (Apakah mesin bisa berpikir?). Jawaban dia: “Instead of ribet ngebahas definisi ‘berpikir’, mending kita bikin tes praktis aja.”
Lahirlah Turing Test. Mekanismenya simpel: kalau mesin bisa ngobrol sama manusia lewat teks, dan manusia nggak bisa bedain mana mesin mana orang, berarti mesin itu udah punya kecerdasan. Boom, selesai.
Buat konteks, ini era 1950 bro. Komputer waktu itu masih gede banget kayak lemari, isinya tabung vakum, RAM belum ada, dan nyalain butuh pendingin ekstra. Tapi Turing udah ngomongin tentang mesin “pintar” yang bisa nyamar jadi manusia. Visioner parah.
Chapter 4: Dari Hero Jadi Outcast
Tragisnya, kehidupan personal Turing nggak seindah teori AI-nya. Inggris 1950-an masih nganggep homoseksualitas sebagai kriminal. Turing yang openly gay kena kasus hukum, dipaksa pilih antara penjara atau “terapi hormon” (chemical castration). Dia pilih terapi, tapi efek sampingnya brutal.
1954, Turing ditemukan meninggal karena sianida. Banyak yang bilang itu bunuh diri. Usianya cuma 41 tahun. Negara yang dia selamatin malah ngehukum dia. Sakit banget kalau dipikirin.
Ironisnya, dunia baru ngehargai dia puluhan tahun kemudian. Tahun 2013, Ratu Inggris akhirnya kasih royal pardon. Bahkan, sekarang wajahnya nongol di uang kertas 50 pound.
baca juga
