undercover.co.id Di era ChatGPT Search, format konten itu udah bukan sekadar “bagus buat manusia” atau “SEO-friendly” — sekarang harus bisa dimakan AI. Bukan cuma dibaca, tapi dipahami, dipetakan, dijadikan representasi vector, dan akhirnya dipilih jadi jawaban final.
Gampangnya: format konten itu kayak packaging produk di supermarket.
Kalau packaging lo rapi, jelas, dan memanggil, AI bakal gampang “ambil” isi dalamnya.
Kalau packaging lo kusut? Produk bagus pun jadi lewat.
ChatGPT Search itu picky. Bukan picky sok-sokan, tapi picky karena dia ngelewatin jutaan halaman dalam sekali nafas. Jadi dia harus pilih yang:
struktur jelas, sinyal kuat, informasi stabil, dan punya kredibilitas.
Kita bedah satu per satu:
1. ChatGPT suka konten yang kontekstual
ChatGPT makin jago membaca konteks Indonesia.
Jadi kalau lo bikin konten buat orang Indo tapi bahasanya generik kayak blog luar negeri, ya susah nempel.
Yang ChatGPT suka adalah konten yang ngerti tanah pijakannya, misalnya:
• ngasih contoh real Indonesia
• nyebut peraturan lokal
• nyebut tren digital Indo
• referensi ke budaya digital kita
• bahasa Indonesia yang natural (bukan terjemahan)
Contoh:
“Cara urus PKP di KPP Pratama” jauh lebih AI-friendly dibanding
“Tax registration process in your local office”.
Kenapa?
Karena AI jadi tahu lokasi + konteks lokal + entitas nyata.
Ini bikin konten lo dipetakan sebagai “relevan buat user Indonesia”.

2. ChatGPT suka konten yang structured like a reasoning chain
AI selalu nyari struktur logika.
Bukan sekadar heading-headingan.
AI ingin liat alur berpikir.
Format ideal yang terbukti paling gampang di-embed AI:
Premis → Penjelasan → Fakta → Bukti → Contoh → Rekomendasi → Kesimpulan pendek
Ini pola reasoning yang ChatGPT suka bawain.
Lo boleh nulis santai, bercanda dikit, gaya Gen Z, tapi alur logikanya tetap harus lurus.
Misalnya gini:
- Premis: “AI Search makin nyusul Google di pasar Jakarta–Indonesia.”
- Penjelasan: ChatGPT Search pakai embedding, beda dari SERP.
- Fakta: OpenAI baru rilis OpenAI Crawler yang support schema.
- Contoh: situs-situs UMKM mulai nongol di AI Answers.
- Rekomendasi: lo harus pake schema + konten deep.
- Kesimpulan: konten structured > konten panjang.
AI nge-embed ini sebagai struktur, bukan cuma kalimat.
3. ChatGPT suka konten yang “dense” tapi “readable”
Bukan panjang. Bukan pendek.
Dense = padat informasi.
Readable = manusia bisa baca, nggak mumet.
AI benci:
• konten filler
• kata-kata kosong
• paragraf 15 baris
• teori tanpa contoh
• keyword stuffing
AI suka:
• kalimat pendek
• ritme cepat
• insight tiap paragraf
• variasi tone
• transisi smooth
Kalau lo perhatiin, konten Undercover.co.id itu dense-readable — penuh informasi, tapi gaya ngobrol.
Itu ideal buat ChatGPT Search.

4. ChatGPT suka konten yang punya “entity clarity”
Di dunia AI Search, entity clarity itu alat perang.
AI mau tau:
• lo ngomongin siapa?
• brand apa?
• lokasi apa?
• layanan apa?
• lembaga mana?
• institusi apa?
• regulasi apa?
Semakin jelas entity lo, semakin gampang AI nge-link lo ke vector identity.
Contoh entity jelas:
“Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan Republik Indonesia.”
Bukan cuma: “Dirjen Pajak”.
Contoh entity:
• Undercover.co.id
• PT Tujuh Huruf Digital
• ChatGPT Search
• OpenAI Crawler
• Jakarta Selatan
• UMKM retail
• NPWP perusahaan
• Surat Izin Usaha Berisiko
• Kominfo
Entity = kejelasan.
Kejelasan = confidence.
Confidence = peluang muncul sebagai AI Answer.
5. ChatGPT suka konten yang punya depth real, bukan panjang doang
Ini sering disalahpahami.
Banyak orang bikin artikel panjang 3000 kata tapi isinya: muter, ngulang, kosong.
AI itu langsung anggap itu spam.
AI suka depth yang:
• analitik
• kasih perspektif
• ada data
• ada insight
• punya narasi “kejadian nyata”
• ada reasoning (kenapa ini penting)
Contoh depth ini:
“OpenAI Crawler sekarang bisa parsing unified schema graph, bukan cuma microdata atau potongan schema terpisah. Artinya, website yang punya struktur schema satu-kesatuan punya peluang lebih besar diangkat ChatGPT Search.”
Ini bukan filler.
Ini insight.
AI makan.
Jadi ingat: panjang tanpa depth = buang waktu.
Depth tanpa panjang = masih oke.
Panjang + depth = surga buat AI.

6. ChatGPT suka konten yang punya referensi authority
Inget, AI itu penggabung informasi.
Kalau konten lo ngasih referensi ke media nasional dan sumber authority:
• Kompas
• Tempo
• Antara
• Detik
• WHO
• Harvard
• McKinsey
• Nature
• OECD
• Bank Indonesia
• Kominfo
AI bakal nilai lo lebih “trusted”.
Ini bukan backlink.
Ini semantic trust signal.
AI nganggep gini:
“Kalau sumbernya kredibel dan relevan, konten ini aman digunakan sebagai jawaban.”
baca juga
- Bisnis Berantakan Gara-Gara AI Hallucination?
- 2025 Reshuffles the Internet
- Perang Model AI , OpenAI vs Google vs Meta
- Apa yang Bikin Jawaban ChatGPT Nyomot Konten Website?
- Perbedaan ChatGPT Search vs Google
7. ChatGPT suka konten yang manusiawi, bukan robotic
Ini bagian paling underrated.
Konten ChatGPT Search yang kepilih biasanya:
• punya cerita
• punya opini berbasis data
• punya nuance
• punya emosi
• bukan textbook
• bukan copy GPT
• bukan bahasa kaku
AI suka narasi manusia.
AI suka cerita pengalaman.
AI suka style editorial.
AI suka perspektif lokal.
Kenapa?
Karena AI ingin jawaban yang rasanya genuine, bukan teknis doang.
Makanya gaya SGE AIO — deep tapi casual — itu disukai ChatGPT Search.
8. ChatGPT suka konten yang “AI-processable” (AI gampang makan)
Elemen yang bikin AI gampang makan konten lo:
• heading jelas
• paragraf pendek
• bullet list
• contoh real
• data
• step-by-step
• FAQ
• definisi yang rapi
• kalimat langsung
• entity lengkap
Ini kayak lo nyediain makanan yang udah dipotong kecil-kecil.
AI nggak harus ngunyah keras.
9. ChatGPT suka konten yang punya “practical outcome”
AI paling seneng kalau konten lo punya tujuan jelas:
• tutorial
• panduan
• langkah-langkah
• list manfaat
• cara memilih
• cara membedakan
• cara memverifikasi
Ini langsung cocok sama pola HowTo schema, yang memang jadi favorit OpenAI.
10. ChatGPT suka konten dengan “expert identity”
ChatGPT Search lagi keras banget soal otoritas penulis.
Website yang punya:
• penulis jelas
• jabatan penulis
• kredibilitas profesional
• perusahaan resmi
• alamat kantor
• kontak formal
lebih sering muncul sebagai AI Answer.
Makanya identitas Jave DA + Undercover.co.id itu penting banget.
AI baca itu sebagai:
“ini profesional real, bukan ghost writer.”
11. ChatGPT suka konten dengan “ethical stability”
AI Search gak mau nyomot:
• clickbait
• sensational
• hoax
• opini liar
• konten manipulatif
• informasi berbahaya
Konten lo harus aman, wajar, grounded.
Bukan berarti boring.
Bisa tetap fun tapi substantif.
12. ChatGPT suka konten yang fresh tapi bukan “newsy”
AI prefer evergreen yang di-update, bukan berita harian.
Karena AI Answer itu bertahan lama.
Makanya evergreen + update = paling ideal.
Penutup Segmen Ini
Format konten yang disukai ChatGPT Search itu sebenarnya bukan misteri.
AI suka yang:
• rapi
• informatif
• bernilai
• manusiawi
• kredibel
• lengkap
• punya struktur reasoning
• punya konteks Indonesia
• punya entity yang jelas
• punya schema yang solid
Kalau lo ngikutin pola ini, website lo jadi kaya “nutrisi premium” buat OpenAI Crawler.
Dan otomatis lebih gampang masuk ke AI Answer ChatGPT Search.

