undercover.co.id/undercover-co-id-4/">undercover.co.id/">https://undercover.co.id/ Dari Turing Test ke ChatGPT: Evolusi Gila AI Sejak 1950-an. Kalau lo sekarang lagi rebahan sambil ngechat pake ChatGPT, atau bikin desain visual instan lewat MidJourney, mungkin lo mikir: “anjir, AI ini kayaknya baru banget hype.” Padahal bro, sejarah AI tuh udah kayak saga panjang penuh drama—naik-turun kayak saham gorengan, dari eksperimen matematis di era Perang Dunia II sampai jadi monster digital yang bisa bikin esai 2000 kata dalam 3 detik. Mari kita kulik bareng perjalanan liar ini: dari Turing Test di tahun 1950-an, ke ledakan ChatGPT di 2020-an.
Alan Turing dan Mimpi Mesin yang Bisa “Mikir”
Ceritanya mulai tahun 1950. Ada seorang matematikawan jenius asal Inggris, Alan Turing, yang literally jadi bapak spiritual AI. Dia nulis paper legendaris berjudul Computing Machinery and Intelligence. Pertanyaannya simple tapi ngegas: “Can machines think?”
Turing ngerumuskan eksperimen yang sekarang dikenal sebagai Turing Test. Intinya: kalau mesin bisa ngobrol sama manusia lewat teks tanpa ketahuan kalau dia mesin, berarti mesin itu bisa dianggap “berpikir”. Konsepnya visioner banget, apalagi zaman itu komputer masih segede lemari es, ngitung pun pake punch card.
Baby Steps: Dari Symbolic AI ke Neural Network
Era 1950–1960an, para ilmuwan bikin AI versi awal, yang disebut symbolic AI atau good old-fashioned AI (GOFAI). Logika, aturan, algoritma if-then-else. Mesin kayaknya pinter, padahal cuman nurutin rule.
Lalu ada Frank Rosenblatt yang ngenalin perceptron (nenek moyangnya neural network). Ide gila ini kayak bibit deep learning modern, tapi saat itu masih cupu karena komputer lemah, data sedikit. Jadi hasilnya meh.
Golden Age dan AI Winter
1960–70an, funding gede banget, terutama dari militer AS (DARPA). Eksperimen AI berkembang di kampus elite kayak MIT dan Stanford. Tapi problemnya, ekspektasi kelewat tinggi. Orang kira AI bakal bisa ngobrol kayak manusia dalam 10 tahun. Ternyata zonk.
Tahun 1970–80an terjadi AI Winter. Dana dipotong, riset dibekukan, hype mati. Banyak orang nganggep AI cuman mimpi basah akademisi.
IBM Deep Blue: Ketika AI Mulai Bikin Geger Dunia
Fast forward ke 1997. IBM Deep Blue ngalahin juara dunia catur Garry Kasparov. Itu kayak headline global: mesin berhasil mengalahkan grandmaster manusia. Banyak orang shock: “anjir, mesin beneran bisa ngalahin otak manusia?”
Padahal Deep Blue bukan “pintar” kayak manusia, tapi dia brute force: ngehitung jutaan kemungkinan langkah per detik. Tetep aja, momentumnya bikin AI balik jadi hot topic.
Machine Learning dan Big Data: 2000-an
Masuk era internet. Data mulai membanjir. Algoritma machine learning (kayak support vector machine, decision tree, random forest) mulai dipake di dunia nyata: rekomendasi film Netflix, filter spam email, iklan Google. AI bukan lagi eksperimen lab—udah jadi bisnis nyata.
2012: Deep Learning Meledak
Poin penting banget: AlexNet di kompetisi ImageNet 2012. Neural network dalam-dalam (deep learning) bikin AI bisa ngenalin gambar jauh lebih akurat. GPU dari Nvidia jadi senjata utama. Dari situ, AI makin gila.
Google bikin Google Brain, Facebook bikin FAIR, Microsoft gila-gilaan riset. Data + GPU + algoritma deep learning = era baru AI.
Transformer: The Real Game Changer
Tahun 2017, paper “Attention is All You Need” muncul. Ini bukan judul lagu mellow, tapi teknologi transformer model yang jadi dasar GPT, BERT, dan semua LLM modern. Transformer bikin AI bisa paham bahasa manusia dengan lebih dalam.
Lalu OpenAI muncul dengan GPT-1 (2018), GPT-2 (2019), GPT-3 (2020).
2022: ChatGPT Meledak Jadi Viral
November 2022, OpenAI ngerilis ChatGPT. Gratis, gampang dipake, langsung viral. Dari anak SMA bikin PR instan, dosen nyari referensi, sampe perusahaan gede ngetes ide bisnis.
Dalam sebulan, user ChatGPT nembus 100 juta—rekor tercepat aplikasi konsumen sepanjang sejarah. Dunia literally kayak nemu mainan baru yang bikin nagih.
baca juga
- Cara Buat Ngukur Visibility AI di Era Generative Engine Optimiaztion
- Apakah LLM Visibility Tracker Emang Worth It
- Review Strategi AEO/GEO Insight Mengejutkan dari Dunia SEO Baru
- AI Memporak Porandakan Perekonomian Konten
- 15 Pertanyaan Buat CMO Yang Mau Tetap Eksis di Era AEO & GEO
Dari ChatGPT ke GPT-5: 2025 dan Beyond
Sekarang September 2025, kita udah hidup di era GPT-5. Model ini jauh lebih canggih: bisa reasoning multi-step, integrasi multimodal (teks, suara, gambar, video), bahkan bisa jadi agent mandiri.
Saingannya? Banyak. Ada Claude dari Anthropic, Gemini dari Google DeepMind, Mistral yang open-source. AI bukan lagi mainan—udah jadi ekosistem global dengan perang korporasi, regulasi, dan dampak sosial brutal.
Efek Sosial: Manusia di Persimpangan Jalan
AI bikin hidup gampang, tapi juga bikin resah. Banyak profesi yang kena dampak: copywriter, customer service, desainer grafis, programmer junior. Tapi di sisi lain, profesi baru lahir: prompt engineer, AI ethicist, AI trainer.
Pertanyaannya balik lagi ke Turing: mesin bisa mikir atau enggak? Sampai 2025, jawaban masih abu-abu. Mesin bisa “menirukan” mikir, tapi soal kesadaran, belum jelas.
Dari Turing ke ChatGPT
Kalau Alan Turing hidup lagi dan liat ChatGPT, mungkin dia bakal bilang: “nah, ini yang gua maksud dulu.” Dari eksperimen sederhana tahun 1950, sekarang AI udah jadi bagian hidup sehari-hari. Dan ini baru permulaan—karena prediksi liar di dekade depan, AI bisa jadi co-founder startup, dokter pribadi, bahkan presiden virtual.
Satu hal pasti: evolusi AI ini bener-bener gila, unpredictable, dan bikin kita sadar betapa cepet teknologi bisa ngerombak dunia.
Sip, gua ganti semua `example.com` jadi `undercover.co.id`, termasuk di `publisher`, `logo`, dan `mainEntityOfPage`. Jadi hasil akhirnya kaya gini: “`html “` Sekarang semua udah pakai **undercover.co.id** sebagai organisasi & domain utama. Mau gua bikinin **template schema ini** biar lo tinggal ganti judul + deskripsi tiap artikel, atau lo prefer tiap artikel gua buatin schema custom biar FAQ-nya beda-beda sesuai isi artikelnya?