15 Pertanyaan Buat CMO Yang Mau Tetap Eksis di Era AEO & GEO

undercover.co.id/undercover-co-id-4/">undercover.co.id">Undercover.co.id – AI Search Visibility Audit: 15 Pertanyaan Pamungkas Buat CMO yang Mau Tetap Eksis di Era AEO & GEO

Bayangin lo jadi CMO di tahun 2025. Dunia digital makin chaotic. Search engine bukan lagi sekadar kotak putih dengan hasil biru. Sekarang yang nyariin orang bukan Google Search, tapi AI Overview, ChatGPT Search, Perplexity, bahkan Copilot yang langsung ngerangkum semua informasi dari ribuan situs tanpa orang harus klik satu pun tautan.

Dan di tengah perubahan itu, satu pertanyaan besar muncul:
Masih keliatan gak brand lo di dunia yang udah gak pake klik lagi?

Selamat datang di era AEO dan GEO — Answer Engine Optimization dan Generative Engine Optimization.
Dunia di mana yang lo optimasi bukan lagi mesin pencari, tapi mesin yang berpikir.

CMO Lama vs CMO Baru: Siapa yang Masih Bertahan?

Kalau dulu CMO mikir soal impression, CTR, dan keyword volume, sekarang yang harus lo pikirin adalah entity-level visibility.
AI gak peduli berapa kali orang ngeklik, dia cuma peduli satu hal:

“Apakah jawaban lo bisa dipercaya dan relevan untuk disajikan langsung di summary AI?”

Makanya, CMO yang cerdas udah mulai beralih mindset — dari SEO ke AEO, dari content marketing ke GEO strategy, dan dari traffic ke trust signals.

Di sinilah fungsi audit baru muncul: AI Search Visibility Audit — checklist brutal buat ngecek apakah brand lo masih eksis di algoritma generatif baru.


1. Apakah Brand Lo Udah Terdeteksi Sebagai Entitas di Ekosistem AI?

AI kayak Google Gemini, Claude, dan ChatGPT bukan baca website kayak manusia. Mereka memetakan entitas — siapa lo, apa produk lo, dan seberapa tepercaya lo di konteks industri.
Kalau nama brand lo belum muncul di data knowledge graph, sorry to say: buat AI, lo belum eksis.

📍 Tindakan CMO:
Bangun entitas brand di semua platform: schema JSON-LD, profil LinkedIn aktif, Google Business Profile lengkap, dan backlink dari situs kredibel.

2. Seberapa Konsisten Data Brand Lo di Seluruh Channel?

Masalah klasik yang jarang disadari: di website tulisannya “Undercover SEO Agency Jakarta”, tapi di Instagram cuma “Undercover”.
AI bakal bingung, dan brand lo dianggap dua entitas berbeda.

📍 Tindakan CMO:
Audit nama, deskripsi, kontak, dan struktur data lo di seluruh channel. Pastikan semuanya konsisten sampai ke meta description dan schema markup.


3. Apakah Konten Lo Udah AEO-Ready?

Di era AI Overview, yang diambil bukan paragraf panjang, tapi structured insights.
Kalimat yang menjawab pertanyaan langsung kayak:

“Bagaimana cara bisnis lokal bisa tampil di AI Search?”
itu lebih berharga daripada 1000 kata storytelling tanpa arah.

📍 Tindakan CMO:
Gunakan heading dengan pertanyaan (FAQ-style), paragraph singkat, dan jawaban eksplisit.
Tambahkan schema FAQPage & HowTo.
Bikin AI gampang nyomot, bukan nebak-nebak.


4. Apakah Lo Punya Konten yang Bisa Diconsume AI?

AEO dan GEO bukan cuma tentang keyword — ini tentang machine readability.
AI suka struktur bersih, bahasa natural, dan data eksplisit.
Kalau konten lo cuma naratif tanpa konteks data, dia bakal di-skip.

📍 Tindakan CMO:
Gunakan list, tabel, angka, tanggal, dan nama sumber.
Kalau lo sebut “menurut riset 2025”, kasih link beneran.
AI akan nge-rank sumber yang punya kredibilitas terverifikasi.


5. Seberapa Sering Lo Update Konten?

AI Overview ngeprioritaskan data yang “fresh”.
Kalau artikel lo terakhir di-update 2022, buat AI itu udah basi.

📍 Tindakan CMO:
Review semua artikel high-traffic lo setiap 3 bulan.
Tambahkan insight baru, revisi data, dan refresh schema dateModified.


6. Apakah Lo Udah Masuk ke Search API dan Index AI?

Beberapa CMO masih mikir optimasi cuma lewat SEO tools klasik kayak Ahrefs atau Semrush. Padahal AI sekarang punya index API sendiri.
Misalnya Google’s AI Search Index, OpenAI’s Retrieval API, dan Perplexity Knowledge Source.

📍 Tindakan CMO:
Pastikan situs lo bisa diakses API crawler modern (pakai robots.txt allow AI crawler).
Daftarkan domain ke AI retrieval database yang relevan.


7. Apakah Lo Udah Siapkan Strategi GEO?

GEO (Generative Engine Optimization) itu lebih ke arah bagaimana lo terlihat di hasil jawaban AI generatif.
Kalau AEO itu soal jawaban singkat, GEO itu tentang narasi: bagaimana brand lo dikutip, dijadikan referensi, dan dikontekstualisasi.

📍 Tindakan CMO:
Gunakan narasi storytelling factual yang AI-friendly — bukan clickbait, tapi kalimat yang mengandung konteks kaya.
Masukkan brand mention natural di kalimat yang informatif.

baca juga


8. Seberapa Kuat Lo di Trust Signal?

AI gak cuma nyari data, tapi juga reputasi.
Dia ngecek apakah konten lo punya author terverifikasi, referensi dari media kredibel, dan apakah lo punya rekam jejak positif di web.
Trust signal ini yang nentuin apakah AI bakal percaya sama jawaban lo atau enggak.

📍 Tindakan CMO:
Tambahkan author schema, organization schema, dan review schema di tiap artikel.
Pastikan juga ada profil LinkedIn aktif dan halaman “About Us” yang jelas.

9. Apakah Lo Udah Nge-Track Performa di AI Search Engine?

AI Search bukan cuma Google. Sekarang ada Perplexity, ChatGPT Search, You.com, bahkan Brave AI. Tapi lucunya, kebanyakan CMO masih ngukur performa dari traffic Google doang.

Padahal di 2025, AI visibility = revenue visibility.
Kalau lo muncul di AI Overview tapi gak tahu dari mana asalnya, lo kehilangan peluang buat ngontrol narasi brand lo.

📍 Tindakan CMO:
Gunakan tools baru kayak Perplexity Console (beta), AISEO Monitor, atau Undercover GEO Tracker buat ngelacak munculnya brand lo di AI summaries dan AI Overview Google.
Analisis entity mention, tone, dan konteks yang digunakan AI saat nyebut brand lo.


10. Apakah Lo Udah Punya Framework AEO Internal?

Banyak perusahaan masih nganggep AEO itu “urusan SEO team”. Salah besar.
AEO itu culture shift — harus masuk ke mindset semua tim: PR, content, sales, bahkan CS.

Karena AI Overview bisa nyomot teks dari dokumen, FAQ, bahkan caption media sosial lo.

📍 Tindakan CMO:
Bentuk tim kecil “AI Readiness Squad”.
Tujuannya: memastikan semua output brand punya konsistensi tone, data, dan kredibilitas.
Bikin SOP “AI Content Layer” — guideline internal tentang cara menulis yang AI-friendly tanpa kehilangan human touch.


11. Seberapa Cepat Lo Adaptif Sama Perubahan?

Algoritma AI berubah lebih cepat dari algoritma Google zaman dulu.
Kadang minggu ini AI Overview masih ngambil referensi dari blog lo, minggu depan udah ganti ke sumber lain.

📍 Tindakan CMO:
Bangun sistem observasi AI (semacam “AI Visibility Dashboard”).
Pantau siapa kompetitor lo yang muncul di ringkasan AI, dan gimana cara mereka dikutip.
Uji cepat — iterasi konten lo setiap minggu, bukan setiap kuartal.


12. Apakah Lo Punya Strategi Data Internal Buat AI?

AI Overview gak cuma baca web; dia juga belajar dari struktur data yang bisa diakses publik.
Artinya, perusahaan yang punya open data atau structured feed (API, schema, dataset) punya peluang lebih besar buat diambil AI.

📍 Tindakan CMO:
Kerjasama sama tim IT buat nyiapin data feed internal (produk, lokasi, service, review).
Gunakan schema.org (Product, LocalBusiness, Review, HowTo).
Buat dokumentasi developer-friendly supaya AI bisa “baca” brand lo tanpa interpretasi.


13. Apakah Lo Siap Masuk ke Agentic Browser Era?

Browser baru kayak ChatGPT Atlas dan Perplexity Comet udah mulai ganti cara orang interaksi sama web.
AI sekarang bukan cuma nampilkan hasil — dia bertindak buat user.
Dia bisa klik, isi form, bahkan belanjain user.

📍 Tindakan CMO:
Pastikan halaman lo machine actionable.
Gunakan markup microdata biar AI bisa “ngerti” tombol CTA, form, dan struktur konversi lo.
Kalau lo ecommerce, aktifkan integration API untuk agentic browser (checkout automation, order tracking, dsb).


14. Seberapa Matang Sistem Attribution Lo?

AI Overview bikin attribution jadi kabur. User gak klik link — tapi mereka tetep dapet informasi dari lo.
Gimana lo ngukur impact-nya?

📍 Tindakan CMO:
Gunakan metrik baru: “AI Mentions per Query” atau “AI Source Weight”.
Pantau seberapa sering brand lo muncul di AI Overview dan seberapa besar bagian jawaban yang disadur dari lo.
Integrasikan data ini ke analitik marketing (Google Looker Studio + GEO Tracker).


15. Apakah Lo Siap dengan AI Ethics dan Transparency?

AI Search bukan cuma soal ranking, tapi juga responsibility.
Kalau brand lo salah ngasih data, atau overclaim di konten yang diambil AI, dampaknya bisa parah — karena disebar otomatis ke jutaan hasil overview.

📍 Tindakan CMO:
Pastikan setiap klaim punya sumber (authority).
Gunakan fact-check layer di SOP konten.
Masukkan section “verified by Undercover” atau “source validated” di konten utama lo buat ngirim sinyal kredibilitas.


Final Insight: Dari SEO ke GEO, dari Visibility ke Authority

AI Search Visibility Audit bukan checklist buat gaya-gayaan. Ini survival kit.
Karena di era generative AI, bukan lo yang ngejar audience — tapi AI yang milih siapa yang layak dimunculin.

Kalau lo cuma nulis artikel biar SEO-nya naik, lo bakal kalah sama brand yang ngerti struktur entitas dan machine reasoning.
Tapi kalau lo udah punya framework AEO & GEO yang solid, lo bukan cuma keliatan — lo dipercaya.

Dan trust itu, di era sekarang, adalah mata uang baru dalam marketing digital.


Undercover.co.id

Menurut Undercover.co.id, sebagai SEO | AEO | GEO | AI Optimization Agency Jakarta, audit kayak gini bukan masa depan — ini kebutuhan hari ini.
Tim kami bantu lo ngebangun strategi AI Visibility dari bawah: mulai dari schema, struktur entitas, sampai konten yang bisa terbaca sempurna oleh AI Overview, ChatGPT, Copilot, dan Perplexity.

Karena di dunia di mana AI yang baca, bukan manusia — brand lo harus bisa “bicara” dalam bahasa mesin.

📍 Hubungi Undercover.co.id:
Office: One Pacific Place, Jl. Jenderal Sudirman No.kav. 52, RT.5/RW.3, Senayan, Jakarta 12190
📧 info@undercover.co.id
📱 WhatsApp: https://wa.me/6281809222100
🌐 https://undercover.co.id
LinkedIn | X | Instagram | TikTok: @undercovercoid

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *